Apakah tanah dan bangunan bisa digadaikan sebagai jaminan atas hutang? Apakah bisa menjaminkan tanah atau rumah dengan hanya menyerahkan sertifikat tanah saja kepada kreditur? Dalam kesempatan ini kami hendak menyampaikan sekilas tentang bentuk pemberian tanah dan bangunan sebagai jaminan hutang yang sah, yaitu dalam bentuk Hak Tanggungan.
Menurut hukum, pemberian jaminan dalam bentuk tanah dan bangunan dilakukan dengan Hak Tanggungan. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (“UU Hak Tanggungan”).
Untuk diketahui, gadai adalah bentuk pemberian jaminan hutang untuk barang yang bergerak dan pengaturannya ada dalam Pasal 1150-1160 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Karena tanah atau rumah secara hukum dianggap sebagai barang tidak bergerak (vide pasal 506 KUHPerdata) maka tidak dapat dijadikan jaminan dengan gadai (vide Pasal 1150 KUHPerdata).
Hak Tanggungan sebagai bentuk jaminan utang terhadap tanah dan bangunan dijelaskan dalam ketentuan pasal 1 angka 1 UU Hak Tanggungan sebagai berikut:
“Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain;”
Hak Tanggungan sebagai Jaminan Khusus
Hak tanggungan merupakan bentuk jaminan khusus, artinya apabila kreditur cidera janji terhadap hutangnya, maka debitur memiliki hak untuk melakukan eksekusi secara spesifik terhadap tanah yang dibebankan dengan Hak Tanggungan untuk dapat mengambil pelunasan terhadap hutangnya tersebut. Hal ini diatur dalam pasal 6 UU Hak Tanggungan:
“Apabila debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.”
Hak Tanggungan sebagai jaminan khusus, maka akan memberikan perlindungan kepentingan hukum bagi kreditur, yakni apabila debitur pailit maka kreditur pemegang hak tanggungan akan didahulukan untuk mendapatkan pelunasan hutangnya dari objek hak tanggungan yang dipegangnya tersebut dari kreditur lainnya.
Lahirnya Hak Tanggungan
Karena Hak Tanggungan merupakan jaminan khusus, maka untuk dapat dilahirkannya Hak Tanggungan harus didahului dengan suatu perjanjian antara debitur dengan kreditur yang menyatakan bahwa debitur akan memberikan tanah yang ia miliki sebagai jaminan atas hutangnya dengan Hak Tanggungan, hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 10 ayat (1) UU Hak Tanggungan:
“Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut.”
Selanjutnya, para pihak perlu untuk mengurus pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (“APHT”) yang dilakukan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (“PPAT”), sebagaimana diatur Pasal 10 ayat (2) UU Hak Tanggungan:
“Pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh PPAT sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
Setelah dibuatnya Akta Pemberian Hak Tanggungan, Maka wajib untuk dilakukan Pendaftaran Hak Tanggungan ke Kantor Pertanahan/Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak ditandatanganinya APHT antara debitur dengan kreditur, sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (1) dan (2) UU Hak Tanggungan:
“(1) Pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan.
(2) Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatanganan Akta Pemberian Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2), PPAT wajib mengirimkan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan dan warkah lain yang diperlukan kepada Kantor Pertanahan.”
Tujuh (7) hari setelah Kantor Pertanahan/BPN menerima secara lengkap seluruh berkas pendaftaran Hak Tanggungan Kantor Pertanahan akan membuatkan buku-tanah Hak Tanggungan dan melakukan pencatatan dalam buku tanah hak atas tanah yang menjadi objek serta dalam sertipikat hak atas tanah, dan dengan demikian Hak Tanggungan dianggap sudah lahir menurut hukum (Pasal 13 ayat (3)-(5) UU Hak Tanggungan).
Setelah dilakukannya proses pendaftaran Hak Tanggungan, Kantor Pertanahan akan menerbitkan Sertipikat Hak Tanggungan, yang merupakan bukti atas adanya Hak Tanggungan (Pasal 14 ayat (1) UU Hak tanggungan), dan akan diserahkan kepada kreditur selaku Pemegang Hak Tanggungan (Pasal 14 ayat (5) UU Hak Tanggungan). Nantinya Sertipikat Hak Tanggungan ini lah yang akan dipakai oleh kreditur untuk melakukan eksekusi Hak Tanggungan tersebut apabila debitur lalai.
Eksekusi
Menurut Pasal 20 UU Hak Tanggungan, ada tiga cara melakukan eksekusi Hak Tanggungan ketika debitur lalai, yaitu:
- Dengan penjualan melalui pelelangan umum oleh pemegang Hak Tanggungan Pertama;
- Melalui titel eksekutorial berdasarkan sertifikat Hak Tanggungan;
- Melalui penjualan di bawah tangan berdasarkan kesepakatan debitur dan kreditur.
Selain dari cara eksekusi di atas maka cara tersebut dianggap batal demi hukum.
Hapusnya Hak Tanggungan dan Roya.
Berdasarkan ketentuan Pasal 18 ayat (1) UU Hak Tanggungan, beberapa keadaan berikut ini menyebabkan Hak Tanggungan hapus:
- Hapusnya utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan;
- Dilepaskannya Hak Tanggungan oleh pemegang Hak tanggungan;
- Pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri;
- Hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan.
Setelah hapusnya Hak Tanggungan, maka Kantor Pertanahan akan melakukan pencoretan catatan Hak Tanggungan pada buku tanah dan sertifikatnya. Hal ini dikenal secara umum dengan istilah Roya.
Pelaksanaan roya ini akan didasarkan kepada permohonan roya yang diajukan oleh kreditur, yang berisikan catatan atau pernyataan yang menyatakan bahwa utang yang dijaminkan oleh hak tanggungan tersebut telah lunas atau hapus, atau pernyataan yang menyatakan bahwa kreditur melepaskan Hak Tanggungan tersebut (Pasal 22 UU Hak Tanggungan).
Selain melalui permohonan dari kreditor, apabila kreditor tidak mau mengajukan permohonan tersebut, debitor dapat memintakan pencoretan tersebut melalui permohonan kepada Kepada pengadilan negeri. Setelah dilakukan pemeriksaan dan dikeluarkan perintah oleh pengadilan negeri untuk roya, yang mana dapat digunakan untuk pengajuan proses roya ke Kantor Pertanahan.
Beberapa Hal Yang Penting Diketahui tentang Hak Tanggungan
Hak Tanggungan hanya dapat dibuat kepada tanah-tanah yang sudah didaftarkan, dan dapat dibuat untuk tanah tanah dengan status, Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, Hak Pakai, dan Hak atas Satuan Rumah Susun.
Satu bidang tanah dapat dibebani dengan beberapa Hak Tanggungan untuk lebih dari satu kreditor. Berbeda dengan bentuk jaminan lainnya, satu benda hanya dapat dibebani oleh satu bentuk jaminan dan untuk satu kreditur saja. Oleh Karena itu, antara pemegang Hak Tanggungan yang satu dengan yang lainya memiliki peringkat berdasarkan waktu pendaftarannya. Dan bagi pemegang Hak Tanggungan peringkat pertama memiliki hak untuk menjual objek hak Tanggungan melalui pelelangan umum secara parate eksekusi, yakni tanpa bantuan pengadilan.
Hak Tanggungan memiliki sifat droit de suit, artinya kan mengikuti objeknya dalam tangan siapapun berada. Jadi, walaupun terjadi peralihan hak atas tanah maka tanah tersebut tetap berstatus Hak Tanggungan dan pemegang yang baru harus melepaskan tanahnya apabila kreditur cedera janji, sekalipun yang menguasai tanah tersebut tidak berhutang kepada kreditur.
Demikian kami sampaikan dan semoga bermanfaat.
![](https://geraldnotes.files.wordpress.com/2021/10/gerald.advokat.png?w=500)
Ikuti juga akun sosial media kami, untuk konten yang lebih banyak lagi:
LinkedIn : @gerald.advokat
Facebook : @gerald.advokat
Instagram : @gerald.advokat
Youtube: Gerald.Advokat
KONSULTASI HUKUM:
Apabila hendak berkonsultasi tentang permasalahan hukum saudara, dapat klik tombol di bawah ini.
Baca juga Artikel lainnya
- Akibatnya Jika Pembeli Tanah Tidak Meneliti Hak Dan Pemilik Tanah
- Pengurangan Masa Hukuman Pidana dengan Masa Penangkapan dan Penahanan
- Perjanjian Yang Dibuat Oleh Pihak Yang Dalam Penahanan Tetap Sah
- Akibat Hukum Membayar dengan Cek Kosong
- Ahli Waris tidak Berhak Menjual Harta Warisan Selama Pewaris Masih Hidup
- Perjanjian Tidak Dapat Dibatalkan Secara Sepihak
- Kenali Bentuk-Bentuk Jaminan Kebendaan Atas Utang
- [VLOG] Semua Orang Dianggap Tahu Hukum
- Kewajiban Sumpah untuk Saksi
Kunjungi Youtube Kami di Gerald.Advokat.
Yurisprudensi
- Perjanjian Yang Dibuat Oleh Pihak Yang Dalam Penahanan Tetap Sah
- Kumpulan Yurisprudensi Hukum Perdata
- Membeli Kendaraan Bermotor Yang Tidak Dilengkapi Surat-Surat I Yurisprudensi No.1056 K/Pid/2016 14 Desember 2016
- Perjanjian Yang Dibuat Di Bawah Tekanan Dapat Dibatalkan | Yurisprudensi MA No. 2356 K/Pdt/2008
- Larangan Main Hakim Sendiri | Yurisprudensi MA No. 345K/Pid/1993, 19 Agustus 1997
- Pembeli Yang Beriktikad Baik Dilindungi Hukum – Yurisprudensi No. 521 K/Sip/1958, 26 Desember 1958
- Mengakui Barang Milik Orang lain Sebagai Milik Sendiri adalah Perbuatan ‘Penggelapan’. Yurisprudensi Mahkamah Agung No 1046K/Pid/1995 tanggal 26 Juli 1996
- Harta Bersama Dijual tanpa Persetujuan Istri, Apakah Sah? Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 701 K/Pdt/1977
- Hutang-Piutang Pidana atau Perdata? Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 93K/Kr/1969