Jika ingin mengajukan suatu gugatan perdata, maka perlu diketahui ke pengadilan mana gugatan tersebut harus didaftarkan.
Ketentuan yang menjadi acuan terhadap permasalahan ini adalah Pasal 118 Herziene Inlandsch Reglement (HIR) (atau pasal 142 RBg.), yang menjelaskan sebagai berikut:
1. Gugatan Perdata Didaftarkan di Pengadilan Negeri di Tempat Tinggal Tergugat
Prinsip/pedoman dasar untuk menentukan ke pengadilan mana gugatan perdata harus didaftarkan adalah:
“Gugatan perdata didaftarkan di pengadilan negeri tempat tinggal Tergugat”
Hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 118 ayat (1) HIR (Pasal 142 ayat (1) RBg), yang berbunyi:
Gugatan perdata, yang pada tingkat pertama masuk kekuasaan pengadilan Negeri, harus dimasukkan dengan surat permintaan yang ditandatangani oleh penggugat atau oleh wakilnya menurut pasal 123, kepada ketua pengadilan negeri di daerah hukum siapa tergugat bertempat diam atau jika tidak diketahui tempat diamnya, tempat tinggal sebetulnya.
Pedoman ini dikenal dengan azas Actor Sequitor Forum Rei.
Sebagai Contoh: Seandainya seorang Penggugat yang bertempat tinggal di Kota Bekasi hendak menggugat seseorang yang bertempat tinggal di Jakarta Selatan, maka penggugat tersebut harus mendaftarkan gugatannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Apabila mengajukan gugatan terhadap lebih dari satu Tergugat.
Apabila dalam gugatan terdapat lebih dari satu Tergugat, maka gugatan dapat diajukan kepada Pengadilan Negeri di salah satu tempat tinggal Tergugat.
Sebagai Contoh: Seandainya seorang penggugat yang bertempat tinggal di Kota Bogor hendak menggugat A, B, dan C, yang mana A bertempat tinggal di Kota Bekasi, B bertempat tinggal di Kota Bandung, dan C bertempat tinggal di Tangerang, maka penggugat tersebut dapat memilih mendaftarkan gugatannya di Pengadilan Negeri Bekasi, Pengadilan Negeri Bandung, atau Pengadilan Negeri Tangerang. Tidak perlu mendaftarkan di ketiga pengadilan tersebut, mendaftarkan di salah satu dari ketiga pengadilan negeri tersebut saja sudah cukup dan sah.
Apabila antara tergugat yang satu dan yang lainnya ada hubungan debitur pokok/prinsipal dengan penanggung.
Terkait dengan pendaftaran gugatan yang menggugat lebih dari satu tergugat, ada catatan tambahan, yaitu apabila antara tergugat yang satu dengan tergugat yang lainnya ada hubungan debitur utama/prinsipal dan penanggung, maka gugatan perdata tersebut harus didaftarkan ke pengadilan negeri di tempat tinggal debitur utama.
Sebagai Contoh: Menggunakan contoh sebelumnya, seandainya A adalah debitur utama, sedangkan B dan C adalah penanggung, maka penggugat tersebut harus mendaftarkan gugatannya di Pengadilan Negeri Bekasi.
Dua pedoman di atas ini diatur dalam ketentuan pasal 118 ayat (2) HIR (pasal 142 ayat (2) RBg), sebagai berikut:
Jika tergugat lebih dari seorang, sedang mereka tidak tinggal di dalam itu dimajukan kepada ketua pengadilan negeri di tempat tinggal salah seorang dari tergugat itu, yang dipilih oleh penggugat. Jika tergugat-tergugat satu sama lain dalam perhubungan sebagai perutang utama dan penanggung, maka penggugatan itu dimasukkan kepada ketua pengadilan negeri di tempat orang yang berutang utama dari salah seorang dari pada orang berutang utama itu, kecuali dalam hal yang ditentukan pada ayat 2 dari pasal 6 dari reglemen tentang aturan hakim dan mahkamah serta kebijaksanaan kehakiman (R.O.).
2. Gugatan Perdata Didaftarakan di Pengadilan Negeri di Tempat Tinggal Penggugat Apabila Tempat Tinggal Tergugat Tidak Diketahui
Ada kalanya, tergugat yang akan digugat ternyata tidak diketahui tempat tinggalnya. Dalam keadaan ini maka gugatan perdata dapat didaftarkan ke pengadilan negeri di tempat tinggal penggugat.
Hal ini diatur dalam ketentuan pasal 118 ayat (3) HIR (pasal 142 ayat (3) RBg), sebagai berikut:
Bilamana tempat diam dari tergugat tidak dikenal, lagi pula tempat tinggal sebetulnya tidak diketahui, atau jika tergugat tidak dikenal, maka surat gugatan itu dimasukkan kepada ketua pengadilan negeri di tempat tinggal penggugat atau salah seorang dari pada penggugat, ………
Dalam hal gugatan kepada lebih dari satu tergugat, dan hanya seorang atau beberapa tergugat saja yang tidak diketahui tempat tinggalnya.
Namun, dalam hal suatu gugatan diajukan kepada lebih dari satu tergugat, dan hanya satu atau beberapa tergugat saja yang tidak diketahui tempat tinggalnya sedangkan ada tergugat lain yang diketahui tempat tinggalnya, maka dalam hal ini harus mengikuti pedoman pada Pasal 118 ayat (1) atau Pasal 118 ayat (2) HIR (Pasal 142 ayat (1) atau Pasal 142 ayat (2) RBg) sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Dalam hal ini, gugatan harus didaftarkan ke pengadilan negeri di tempat tinggal salah satu tergugat yang diketahui tempat tinggalnya. Dengan demikian dalam hal ini gugatan tersebut tidak dapat diajukan di tempat tinggal penggugat.
3. Gugatan Perdata Harus Didaftarkan ke Pengadilan Negeri di Tempat Terletak Benda Tidak Bergerak yang Menjadi Objek Sengketa
Selanjutnya, dalam hal yang menjadi objek sengketa dalam gugatan tersebut adalah benda tidak bergerak (contoh; tanah), maka gugatan harus didaftarkan ke pengadilan negeri dimana terletak benda tidak bergerak yang menjadi objek sengketa.
Pedoman ini dikenal dengan azas Forum Rei Sitae.
Hal ini diatur dalam Pasal 118 ayat (3) HIR (Pasal 142 ayat (3) RBg.), sebagai berikut:
… atau jika surat gugat itu tentang barang gelap, maka surat gugat itu dimasukkan kepada ketua pengadilan negeri di daerah hukum siapa terletak barang itu.
Sebagai Contoh: Seandainya seorang Penggugat yang bertempat tinggal di Kota Bekasi hendak menggugat seseorang yang bertempat tinggal di Jakarta Selatan terkait dengan kepemilikan tanah yang terletak di Kota Administrasi Jakarta Timur, maka penggugat tersebut harus mendaftarkan gugatannya di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
4. Gugatan Perdata dapat Didaftarkan ke Pengadilan Negeri yang Disepakati dalam Perjanjian
Pedoman yang terakhir adalah, apabila antara penggugat dengan tergugat telah memilih suatu pengadilan negeri tertentu yang berwenang untuk menyelesaikan sengketa antara para pihak, maka apabila salah satu pihak hendak mengajukan gugatan, gugatan tersebut dapat didaftarkan ke pengadilan yang telah disepakati tersebut.
Hal ini sangat umum pada perkara perkara wanprestasi, karena biasanya dalam perjanjian sudah disepakati pengadilan yang akan menyelesaikan perkara di antara para pihak dalam perjanjian tersebut.
Pedoman ini diatur dalam ketentuan pasal 118 ayat (4) HIR (Pasal 142 ayat (4) RBg), sebagai berikut:
Bila dengan surat syah dipilih dan ditentukan suatu tempat berkedudukan, maka penggugat, jika ia suka, dapat memasukkan surat gugat itu kepada ketua pengadilan negeri dalam daerah hukum siapa terletak tempat kedudukan yang dipilih itu.
Sebagai catatan, dalam ketentuan pasal 118 ayat (4) HIR (Pasal 142 ayat (4) RBg) ini terdapat frasa “…, jika ia suka,…”, hal ini diartikan bahwa pendaftaran gugatan di pengadilan negeri yang telah ditetapkan dalam perjanjian adalah sebuah pilihan. Penggugat dapat memilih untuk memasukkan gugatannya di pengadilan negeri yang telah disepakati dalam perjanjian atau di pengadilan negeri di tempat tinggal tergugat.
Namun dalam praktek, dalam kasus seperti ini para praktisi hukum lebih memilih untuk mengajukan gugatan ke pengadilan negeri yang sudah disepakati dalam perjanjian ketimbang ke pengadilan negeri di tempat tinggal tergugat.
Sebagai Contoh: A dan B mengadakan perjanjian. Dalam perjanjiannya sudah disepakati bahwa apabila ada sengketa diantara para pihak akan diselesaikan melalui pengadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. A dan B, masing-masing tidak bertempat tinggal di Jakarta Pusat. Dalam perkembanganya pihak B gagal untuk memenuhi isi perjanjian tersebut. A hendak mengajukan gugatan kepada B. Dalam kasus ini A dapat mendaftarkan gugatannya ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Bagaimana kalau ada perjanjian tetapi tidak menyepakati pengadilan yang berwenang untuk menyelesaikan sengketa antara para pihak?
Ada kalanya perjanjian antara para pihak tidak mengatur/menyepakati tentang pengadilan mana yang berwenang untuk menyelesaikan sengketa. Dalam kasus ini, maka apabila salah satu pihak hendak mengajukan gugatan terhadap pihak lainnya, harus mengikuti perdoman dalam Pasal 118 ayat (1) atau pasal 118 ayat (2) HIR (Pasal 142 ayat (1) atau Pasal 142 ayat (2) RBg) sebagaimana dijelaskan sebelumnya, yang mana gugatan tersebut harus diajukan di pengadilan negeri di tempat tinggal tergugat.
Apa akibatnya jika gugatan didaftarkan ke pengadilan negeri yang salah?
Apakah ada akibatnya jika gugatan diajukan tidak sesuai dengan pengaturan dalam pasal 118 HIR/142 RBg? Ya, ada!
Yaitu, gugatan penggugat menjadi cacat formil, yaitu gugatan didaftarkan di pengadilan yang tidak berwenang untuk memeriksa dan memutus gugatan tersebut.
Dalam keadaan ini, tergugat dapat mengajukan bantahan (eksepsi) kewenangan relatif dengan alasan bahwa pengadilan negeri yang memeriksa gugatan tidak memiliki wewenang atau kompetensi untuk memeriksa dan memutus perkara.
Lebih lanjut, majelis hakim akan memutus bahwa gugatan ‘tidak dapat diterima’ (niet ontvankelijke verklaard).
Demikian penjelasan kami, semoga bermanfaat.
Demikian sekilas penjelasan terkait dengan Gugatan Kurang Pihak. Semoga bermanfaat.
![](https://geraldnotes.files.wordpress.com/2021/10/gerald.advokat.png?w=500)
Ikuti juga akun sosial media kami, untuk konten yang lebih banyak lagi:
LinkedIn : @gerald.advokat
Facebook : @gerald.advokat
Instagram : @gerald.advokat
Youtube: Gerald.Advokat
KONSULTASI HUKUM:
Apabila hendak berkonsultasi tentang permasalahan hukum saudara, dapat klik tombol di bawah ini.
Baca juga Artikel lainnya
- Akibatnya Jika Pembeli Tanah Tidak Meneliti Hak Dan Pemilik Tanah
- Pengurangan Masa Hukuman Pidana dengan Masa Penangkapan dan Penahanan
- Perjanjian Yang Dibuat Oleh Pihak Yang Dalam Penahanan Tetap Sah
- Akibat Hukum Membayar dengan Cek Kosong
- Ahli Waris tidak Berhak Menjual Harta Warisan Selama Pewaris Masih Hidup
- Perjanjian Tidak Dapat Dibatalkan Secara Sepihak
- Kenali Bentuk-Bentuk Jaminan Kebendaan Atas Utang
- [VLOG] Semua Orang Dianggap Tahu Hukum
- Kewajiban Sumpah untuk Saksi
Kunjungi Youtube Kami di Gerald.Advokat.
Yurisprudensi
- Perjanjian Yang Dibuat Oleh Pihak Yang Dalam Penahanan Tetap Sah
- Kumpulan Yurisprudensi Hukum Perdata
- Membeli Kendaraan Bermotor Yang Tidak Dilengkapi Surat-Surat I Yurisprudensi No.1056 K/Pid/2016 14 Desember 2016
- Perjanjian Yang Dibuat Di Bawah Tekanan Dapat Dibatalkan | Yurisprudensi MA No. 2356 K/Pdt/2008
- Larangan Main Hakim Sendiri | Yurisprudensi MA No. 345K/Pid/1993, 19 Agustus 1997
- Pembeli Yang Beriktikad Baik Dilindungi Hukum – Yurisprudensi No. 521 K/Sip/1958, 26 Desember 1958
- Mengakui Barang Milik Orang lain Sebagai Milik Sendiri adalah Perbuatan ‘Penggelapan’. Yurisprudensi Mahkamah Agung No 1046K/Pid/1995 tanggal 26 Juli 1996
- Harta Bersama Dijual tanpa Persetujuan Istri, Apakah Sah? Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 701 K/Pdt/1977
- Hutang-Piutang Pidana atau Perdata? Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 93K/Kr/1969