Ketika seseorang didakwa atas suatu perbuatan pidana, penuntut umum wajib membuktikan dakwaannya tersebut dalam pemeriksaan di hadapan hakim. Untuk proses ini, penuntut umum wajib menggunakan alat-alat bukti yang sah menurut Pasal 184 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang antara lain:
- keterangan saksi;
- keterangan ahli;
- surat;
- petunjuk;
- keterangan terdakwa.
Melihat dari alat-alat bukti tersebut terdapat satu alat bukti yang disebut dengan ‘keterangan terdakwa’, yang menurut pasal 189 ayat (1) KUHAP diartikan sebagai apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri.
PERTANYAAN: Apakah Pengakuan Terdakwa Saja Cukup Untuk Membuktikan Dirinya Bersalah?
Lalu mungkin jadi sebuah pertanyaan, apakah seorang terdakwa dapat dihukum hanya karena dirinya telah mengakui dalam keterangannya di hadapan hakim bahwa ia yang melakukan tindakan pidana yang didakwakan?. Singkatnya apakah pengakuan terdakwa saja cukup untuk membuktikan dirinya bersalah?
Pertanyaan ini mungkin muncul apabila mempertimbangkan keadaan-keadaan yang mungkin terjadi dalam praktek. Seperti tidak adanya alat bukti lain yang tersedia (tidak ada saksi atau bukti surat). Atau mungkin karena adanya pemikiran, ‘toh sudah diakui sendiri oleh tergugat, apa lagi yang harus dibuktikan?’
Pengaturan dalam KUHAP
Pertanyaan ini sudah dijawab sendiri oleh undang-undang, bahwa pengakuan seorang terdakwa saja kalau ia melakukan tindak pidana yang didakwakan tidak dapat membuktikan bahwa dirinya bersalah.
Hal ini sangat jelas diatur dalam ketentuan Pasal 198 ayat (4) KUHAP, yang berbunyi sebagai berikut:
“Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti yang lain.”
Yurisprudensi
Selain itu, dalam praktek peradilan telah ada putusan yang mempertimbangkan bahwa tidak cukup membuktikan seorang bersalah hanya dengan mendasarkan kepada keterangan terdakwa, sedangkan tidak didukung oleh bukti-bukti lainnya. Berikut adalah Putusan Mahkamah Agung No. 37K/KKr/1973 Tanggal 19 November 1974 yang mempertimbangkan hal tersebut:
Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri telah salah menerapkan undang-undang yaitu hanya menyandarkan pembuktian tentang tuduhan yang ditujukan kepada terdakwa atas keterangan terdakwa tersebut, tanpa dikuatkan oleh kesaksian dengan persyaratan-persyaratan seperti yang dimaksudkan dalam pasal 300 RIB dan pasal-pasal berikutnya.
Sebagai catatan, putusan ini dikeluarkan sebelum berlakunya KUHAP, namun yang diputuskan masih tetap sama.
Secara prinsip, untuk dapat membuktikan seseorang telah melakukan tindak pidana maka harus didukung setidaknya dengan dua alat bukti (Pasal 183 KUHAP). Oleh karena itu, selain adanya keterangan dari terdakwa, harus juga dapat ditunjukkan satu alat bukti lainnya (keterangan saksi, keterangan ahli, surat, atau petunjuk).
Demikian kami sampaikan dan semoga bermanfaat.
Ikuti juga akun sosial media kami, untuk konten yang lebih banyak lagi:
LinkedIn : @gerald.advokat
Facebook : @gerald.advokat
Instagram : @gerald.advokat
Youtube: Gerald.Advokat
KONSULTASI HUKUM:
Apabila hendak berkonsultasi tentang permasalahan hukum saudara, dapat klik tombol di bawah ini.
Baca juga Artikel lainnya
- Akibatnya Jika Pembeli Tanah Tidak Meneliti Hak Dan Pemilik Tanah
- Pengurangan Masa Hukuman Pidana dengan Masa Penangkapan dan Penahanan
- Perjanjian Yang Dibuat Oleh Pihak Yang Dalam Penahanan Tetap Sah
- Akibat Hukum Membayar dengan Cek Kosong
- Ahli Waris tidak Berhak Menjual Harta Warisan Selama Pewaris Masih Hidup
- Perjanjian Tidak Dapat Dibatalkan Secara Sepihak
- Kenali Bentuk-Bentuk Jaminan Kebendaan Atas Utang
- [VLOG] Semua Orang Dianggap Tahu Hukum
- Kewajiban Sumpah untuk Saksi
Kunjungi Youtube Kami di Gerald.Advokat.
Yurisprudensi
- Perjanjian Yang Dibuat Oleh Pihak Yang Dalam Penahanan Tetap Sah
- Kumpulan Yurisprudensi Hukum Perdata
- Membeli Kendaraan Bermotor Yang Tidak Dilengkapi Surat-Surat I Yurisprudensi No.1056 K/Pid/2016 14 Desember 2016
- Perjanjian Yang Dibuat Di Bawah Tekanan Dapat Dibatalkan | Yurisprudensi MA No. 2356 K/Pdt/2008
- Larangan Main Hakim Sendiri | Yurisprudensi MA No. 345K/Pid/1993, 19 Agustus 1997
- Pembeli Yang Beriktikad Baik Dilindungi Hukum – Yurisprudensi No. 521 K/Sip/1958, 26 Desember 1958
- Mengakui Barang Milik Orang lain Sebagai Milik Sendiri adalah Perbuatan ‘Penggelapan’. Yurisprudensi Mahkamah Agung No 1046K/Pid/1995 tanggal 26 Juli 1996
- Harta Bersama Dijual tanpa Persetujuan Istri, Apakah Sah? Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 701 K/Pdt/1977
- Hutang-Piutang Pidana atau Perdata? Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 93K/Kr/1969