Tidak semua hak atas tanah berbentuk hak milik. Undang-Undang telah mengatur bahwa hak-hak atas tanah ada beberapa bentuk dan masing-masing memiliki perbedaan, terutama terhadap pihak yang dapat memiliki hak tersebut dan juga terkait dengan masa keberlakuan hak atas tanah.
Berdasarkan Pasal 16 Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (“UU Agraria”), terdapat 8 hak-hak atas tanah yaitu:
a. hak milik,
b. hak guna usaha,
c. hak guna bangunan,
d. hak pakai,
e. hak sewa,
f. hak membuka tanah,
g. hak memungut hasil hutan,
h. hak-hak lain.
Dari beberapa hak yang disebutkan dalam UU Agraria di atas, berikut uraian beberapa hak yang umum beredar dalam masyarakat.
A. Hak Milik
Hak Milik adalah hak yang dapat dimiliki oleh seseorang secara turun temurun. Karena Alasan ini maka tanah dengan Hak Milik tidak memiliki jangka waktu keberlakuannya.
Yang dapat memiliki Hak Milik adalah perorangan warga negara Indonesia.
Selain perorangan warga negara Indonesia, yang dapat memiliki Hak Milik hanyalah badan-badan hukum yang ditunjuk secara khusus oleh pemerintah (diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 1963 tentang Penunjukan Badan-Badan Hukum yang dapat Mempunyai Hak Milik atas Tanah), antara lain:
1. Bank-bank negara;
2. Perkumpulan-perkumpulan koperasi pertanian;
3. Badan-badan keagamaan;
4. Badan-badan sosial.
Tanah dengan Hak Milik dapat dialihkan kepada pihak lain, selama pihak tersebut juga bisa memiliki tanah dengan Hak Milik. Apabila tidak, maka akan berisiko bahwa tanah tersebut akan kehilangan status sebagai Hak Milik.
Sebagai contoh tanah dengan Hak Milik tidak dapat dialihkan kepada perorangan warga negara asing. Jika tanah dengan hak milik beralih secara hukum kepada perorangan warga negara asing, maka tanah tersebut harus dialihkan kepada orang lain yang berkewarganegaraan Indonesia, jika tidak maka akan berakibat Hak Milik atas tanah tersebut akan hapus dan tanahnya menjadi tanah negara.
Tanah dengan Hak Milik dapat dialihkan oleh pemiliknya degan cara jual beli, hibah, penukaran, atau diwariskan. Hak Milik juga dapat dijadikan jaminan hutang dengan cara dibebankan Hak Tanggungan.
B. Hak Guna Bangunan
Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri.
Hak Guna Bangunan ini memiliki jangka waktu, yaitu selama tiga puluh tahun. Setelahnya dapat diperpanjang untuk jangka waktu selama dua puluh tahun.
Yang dapat memiliki Hak Guna Bangunan adalah perorangan warga negara Indonesia dan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
Tanah yang berstatus Hak Guna Bangunan dapat dialihkan kepada orang lain, dan dapat juga dijadikan jaminan hutang dengan cara dibebankan Hak Tanggungan.
C. Hak Guna Usaha
Hak Guna Usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara.
Hak Guna Usaha diberikan untuk jangka waktu dua puluh lima tahun, kecuali untuk perusahaan yang memerlukan waktu lebih lama, maka dapat diberikan untuk jangka waktu tiga puluh lima tahun. Apabila jangka waktu Hak Guna Usaha akan berakhir, pemilik dapat memperpanjang jangka waktu tersebut untuk paling lama dua puluh lima tahun.
Sama seperti Hak Guna Bangunan, yang dapat memiliki Hak Guna Usaha adalah perorangan warga negara Indonesia dan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
Sebagai gambaran secara umum, tanah dengan Hak Guna Usaha biasanya dipergunakan oleh perusahaan untuk kegiatan usaha perkebunan sedangkan tanah dengan Hak Guna Bangunan biasanya dipergunakan untuk bangunan kantor.
Tanah dengan Hak Guna Usaha dapat dialihkan kepada orang lain dan dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebankan Hak Tanggungan.
Demikian kami sampaikan dan semoga bermanfaat.
Ikuti juga akun sosial media kami, untuk konten yang lebih banyak lagi:
LinkedIn : @gerald.advokat
Facebook : @gerald.advokat
Instagram : @gerald.advokat
Youtube: Gerald.Advokat
KONSULTASI HUKUM:
Apabila hendak berkonsultasi tentang permasalahan hukum saudara, dapat klik tombol di bawah ini.
Baca juga Artikel lainnya
- Akibatnya Jika Pembeli Tanah Tidak Meneliti Hak Dan Pemilik Tanah
- Pengurangan Masa Hukuman Pidana dengan Masa Penangkapan dan Penahanan
- Perjanjian Yang Dibuat Oleh Pihak Yang Dalam Penahanan Tetap Sah
- Akibat Hukum Membayar dengan Cek Kosong
- Ahli Waris tidak Berhak Menjual Harta Warisan Selama Pewaris Masih Hidup
- Perjanjian Tidak Dapat Dibatalkan Secara Sepihak
- Kenali Bentuk-Bentuk Jaminan Kebendaan Atas Utang
- [VLOG] Semua Orang Dianggap Tahu Hukum
- Kewajiban Sumpah untuk Saksi
Kunjungi Youtube Kami di Gerald.Advokat.
Yurisprudensi
- Perjanjian Yang Dibuat Oleh Pihak Yang Dalam Penahanan Tetap Sah
- Kumpulan Yurisprudensi Hukum Perdata
- Membeli Kendaraan Bermotor Yang Tidak Dilengkapi Surat-Surat I Yurisprudensi No.1056 K/Pid/2016 14 Desember 2016
- Perjanjian Yang Dibuat Di Bawah Tekanan Dapat Dibatalkan | Yurisprudensi MA No. 2356 K/Pdt/2008
- Larangan Main Hakim Sendiri | Yurisprudensi MA No. 345K/Pid/1993, 19 Agustus 1997
- Pembeli Yang Beriktikad Baik Dilindungi Hukum – Yurisprudensi No. 521 K/Sip/1958, 26 Desember 1958
- Mengakui Barang Milik Orang lain Sebagai Milik Sendiri adalah Perbuatan ‘Penggelapan’. Yurisprudensi Mahkamah Agung No 1046K/Pid/1995 tanggal 26 Juli 1996
- Harta Bersama Dijual tanpa Persetujuan Istri, Apakah Sah? Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 701 K/Pdt/1977
- Hutang-Piutang Pidana atau Perdata? Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 93K/Kr/1969