Keterangan saksi merupakan salah satu alah bukti yang diatur dalam ketentuan Pasal 184 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”).
Oleh karena itu, keterangan seorang saksi dapat dipakai untuk membuktikan suatu tuduhan tindak pidana yang dilakukan seseorang atau untuk membuktikan adanya suatu kejadian tertentu yang terkait dengan sebuah tindak pidana.
Di sisi-lain, tersangka/terdakwa juga memiliki hak untuk melakukan pembelaan diri dan membantah setiap tuduhan pidana yang diarahkan kepadanya dengan cara mengajukan saksi, yang berguna untuk memberikan keterangan terkait dengan pembelaannya tersebut (Pasal 65, Pasal 116 ayat (3)-(4) KUHAP).
Tidak semua keterangan yang diucapkan oleh seorang saksi dapat diterima sebagai sebuah alat bukti dalam persidangan pidana. KUHAP telah memberikan sebuah pedoman bagaimana suatu keterangan saksi dapat dianggap sebagai alah bukti yang sah, dan seorang saksi wajib memenuhi hal ini.
Pertanyaannya: bagaimana Suatu keterangan Saksi dianggap Sah menurut KUHAP?
Definisi Saksi dan Keterangan Saksi
KUHAP sudah memberikan sebuah definisi terkait dengan Saksi dan Keterangan Saksi yang menjadi dasar pemikiran sahnya suatu Keterangan Saksi. Oleh karena itu mari kita lihat kembali definisi Saksi dan keterangan Saksi yang diberikan oleh KUHAP, sebagai berikut:
Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri (Pasal 1 angka 26 KUHAP).
Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu (Pasal 1 angka 27 KUHAP).
Berkaca dari kedua ketentuan ini maka yang menjadi sebuah pedoman terhadap keterangan saksi yang dapat dijadikan alat bukti apabila keterangan tersebut merupakan sesuatu yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri. Dengan demikian, apabila seorang saksi memberikan keterangan yang berasal dari apa yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri, maka keterangan tersebut adalah sah sebagai alat bukti.
Asumsi dan Pendapat Pribadi
Dalam praktek, seorang yang dipanggil untuk diperiksa sebagai saksi, baik dalam pemeriksaan di penyidikan ataupun di persidangan, dapat memberikan banyak keterangan kepada penyidik ataupun hakim, namun tidak semua keterangan tersebut merupakan dari yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.
Bisa jadi keterangan yang diberikan oleh seseorang saksi yang diajukan adalah sebuah asumsi atau sebuah pendapat pribadi orang tersebut saja. Untuk hal ini, maka keterangan tersebut tidak dapat dianggap sebagai keterangan saksi menurut pasal 1 angka 27 KUHAP. Lebih lanjut, keterangan yang demikian tidak dapat dianggap sebagai sebuah alat bukti yang sah menurut Pasal 184 ayat (1).a KUHAP.
Testimonium de Auditu
Ada sebuah kasus berbeda, seseorang yang dipanggil sebagai saksi memberikan suatu keterangan yang ia peroleh karena mendengar dari orang lain. Orang ini tidak melihat, mendengar, atau mengalami sendiri apa yang ia berikan dalam keterangannya.
Dalam hukum, keterangan yang orang ini berikan disebut sebagai testimonuim de auditu.
Karena keterangan ini tidak berasal dari apa yang saksi tersebut lihat, dengar, atau alami sendiri maka secara hukum keterangan tersebut tidak dapat dianggap sebagai keterangan saksi menurut KUHAP, dan oleh karena itu tidak dapat dianggap sebagai alat bukti.
Namun, perkembangan terkini dalam Putusan Mahkamah Konstitusi memberikan perluasan tentang definisi saksi, sehingga mencakup juga keterangan testimonium de auditu.
Hal ini terdapat dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 65/PUU-VIII/2010, dimana Mahkamah Konstitusi menyatakan:
“Pasal 1 angka 26 KUHAP dan 27, Pasal 65, Pasal 116 ayat (3), (4), Pasal 184 ayat (1a) KUHAP bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk pula “orang yang dapat memberikan keterangan dalam rangka penyidikan, penuntutan, dan peradilan suatu tindak pidana yang tidak selalu ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.”
Oleh karena itu, berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi ini, seseorang dapat memberikan keterangan berupa hal-hal yang tidak ia dengar sendiri, ia lihat sendiri atau ia alami sendiri, tetapi ia dapat dari cerita atau informasi yang diberikan oleh orang lain.
Namun demikian, dalam praktek pengadilan belum semua hakim menerima hal ini ada juga hakim-hakim yang tetap pada pendirian KUHAP.
Kewajiban seorang Saksi menerangkan Pengetahuannya
Yang menjadi catatan adalah, terlepas dari apakah suatu keterangan seseorang yang dipanggil sebagai saksi itu berasal dari apa yang ia lihat sendiri, ia dengar sendiri, atau ia alami sendiri atau tidak, orang tersebut tetap harus menjelaskan bagaimanakah ia dapat mengetahui apa yang ia terangkan tersebut (Pasal 1 angka 27 KUHAP). Hal ini akan menjadi pertimbangan bagi hakim untuk bisa menerima atau tidak keterangan yang ia berikan sebagai keterangan saksi yang sah.
Apabila, keterangannya tersebut diberikan karena merupakan pendapat atau asumsi pribadi, maka hal itu tetap bukan sebuah keterangan saksi dan oleh karenanya bukan merupakan alat bukti.
Demikian kami sampaikan dan semoga bermanfaat.
![](https://geraldnotes.files.wordpress.com/2021/10/gerald.advokat.png?w=500)
Ikuti juga akun sosial media kami, untuk konten yang lebih banyak lagi:
LinkedIn : @gerald.advokat
Facebook : @gerald.advokat
Instagram : @gerald.advokat
Youtube: Gerald.Advokat
KONSULTASI HUKUM:
Apabila hendak berkonsultasi tentang permasalahan hukum saudara, dapat klik tombol di bawah ini.
Baca juga Artikel lainnya
- Akibatnya Jika Pembeli Tanah Tidak Meneliti Hak Dan Pemilik Tanah
- Pengurangan Masa Hukuman Pidana dengan Masa Penangkapan dan Penahanan
- Perjanjian Yang Dibuat Oleh Pihak Yang Dalam Penahanan Tetap Sah
- Akibat Hukum Membayar dengan Cek Kosong
- Ahli Waris tidak Berhak Menjual Harta Warisan Selama Pewaris Masih Hidup
- Perjanjian Tidak Dapat Dibatalkan Secara Sepihak
- Kenali Bentuk-Bentuk Jaminan Kebendaan Atas Utang
- [VLOG] Semua Orang Dianggap Tahu Hukum
- Kewajiban Sumpah untuk Saksi
Kunjungi Youtube Kami di Gerald.Advokat.
Yurisprudensi
- Perjanjian Yang Dibuat Oleh Pihak Yang Dalam Penahanan Tetap Sah
- Kumpulan Yurisprudensi Hukum Perdata
- Membeli Kendaraan Bermotor Yang Tidak Dilengkapi Surat-Surat I Yurisprudensi No.1056 K/Pid/2016 14 Desember 2016
- Perjanjian Yang Dibuat Di Bawah Tekanan Dapat Dibatalkan | Yurisprudensi MA No. 2356 K/Pdt/2008
- Larangan Main Hakim Sendiri | Yurisprudensi MA No. 345K/Pid/1993, 19 Agustus 1997
- Pembeli Yang Beriktikad Baik Dilindungi Hukum – Yurisprudensi No. 521 K/Sip/1958, 26 Desember 1958
- Mengakui Barang Milik Orang lain Sebagai Milik Sendiri adalah Perbuatan ‘Penggelapan’. Yurisprudensi Mahkamah Agung No 1046K/Pid/1995 tanggal 26 Juli 1996
- Harta Bersama Dijual tanpa Persetujuan Istri, Apakah Sah? Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 701 K/Pdt/1977
- Hutang-Piutang Pidana atau Perdata? Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 93K/Kr/1969