Sering menjadi pertanyaan, “hutang-piutang, apakah perkara pidana atau perdata?“.
Mahkamah Agung Republik Indonesia, sudah membuat sebuah yurisprudensi terkait dengan permasalahan ini. Dalam putusan Mahkamah Agung Nomor Register 93K/Kr/1969 tertanggal 11 Maret 1970, para hakim agung yang memeriksa perkara telah memutuskan sebagai berikut:
“Sengketa tentang hutang piutang adalah merupakan sengketa Perdata.“
Dengan demikian, telah jelas jawaban dari pertanyaan di atas, bahwa perkara hutang-piutang merupakan perkara perdata, bukan perkara pidana.
Karena hutang-piutang merupakan sengketa perdata, maka apabila pihak debitur tidak dapat melunasi hutangnya, proses yang perlu ditempuh oleh kreditur adalah melalui mengajukan gugatan perdata ke pengadilan atau arbitrase. Bukan dengan mengajukan laporan pidana ke kepolisian.
Demikian disampaikan, dan semoga bermanfaat.
Salam.
Gerald.Advokat
Ikuti juga akun sosial media kami, untuk konten yang lebih banyak lagi:
LinkedIn : @gerald.advokat
Facebook : @gerald.advokat
Instagram : @gerald.advokat
Youtube: Gerald.Advokat
KONSULTASI HUKUM:
Apabila hendak berkonsultasi tentang permasalahan hukum saudara, dapat klik tombol di bawah ini.
Baca juga Yurisprudensi lainnya
- Perjanjian Yang Dibuat Oleh Pihak Yang Dalam Penahanan Tetap Sah
- Kumpulan Yurisprudensi Hukum Perdata
- Membeli Kendaraan Bermotor Yang Tidak Dilengkapi Surat-Surat I Yurisprudensi No.1056 K/Pid/2016 14 Desember 2016
- Perjanjian Yang Dibuat Di Bawah Tekanan Dapat Dibatalkan | Yurisprudensi MA No. 2356 K/Pdt/2008
- Larangan Main Hakim Sendiri | Yurisprudensi MA No. 345K/Pid/1993, 19 Agustus 1997
- Pembeli Yang Beriktikad Baik Dilindungi Hukum – Yurisprudensi No. 521 K/Sip/1958, 26 Desember 1958
- Mengakui Barang Milik Orang lain Sebagai Milik Sendiri adalah Perbuatan ‘Penggelapan’. Yurisprudensi Mahkamah Agung No 1046K/Pid/1995 tanggal 26 Juli 1996
- Harta Bersama Dijual tanpa Persetujuan Istri, Apakah Sah? Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 701 K/Pdt/1977